Adab dan Tujuan
Pendidikan
“Adab adalah pengenalan serta pengakuan akan hak keadaan sesuatu
dan kedudukan seseorang, dalam rencana susunan berperingkat martabat dan
darjat, yang merupakan suatu hakikat yang berlaku dalam tabiat semesta. Pengenalan adalah ilmu; pengakuan
adalah amal. Maka,
pengenalan tanpa pengakuan seperti ilmu tanpa amal; dan pengakuan tanpa
pengenalan seperti amal tanpa ilmu. Keduanya sia-sia kerana yang satu
mensifatkan keingkaran dan keangkuhan, dan yang satu lagi mensifatkan ketiadasedaran
dan kejahilan.” ( Syed Muhammad Naquib al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin)
A.
Latar Belakang
Krisis yang paling menonjol
dari dunia pendidikan kita adalah krisis moral. Dapat disaksikan saat ini
betapa dunia pendidikan di Indonesia tidak dapat menahan kemerosoton moral yang
terjadi. Titik berat pendidikan masih lebih banyak pada masalah kognitif.
Penentu kelulusan pun masih lebih banyak pada prestasi akademik dan kurang
memperhatikan aspek moralitas siswa. Kondisi
ini tampak semakin parah jika kita mencermati statistik perkembangan
terkait kasus-kasus moral buruk pelajar maupun mahasiswa, seperti tawuran
sesama mereka dan masalah pergaulan bebas yang sudah sangat meresahkan dan
membosankan sebagian orang yang mendengar beritanya.
Sebenarnya para ilmuwan
muslim telah mencoba menjawab permasalahan moralitas dalam dunia pendidikan, namun
sayangnya hampir sebagian besar masih terjebak dalam epistemologi pendidikan
Barat. Padahal paradigma keilmuwan Barat hanya melahirkan dualisme dan
relativisme kebenaran yang menjurus pada kebingungan dan kerancuan pemikiran.
Jika kita mencermati
tradisi keilmuan Islam, sebenarnya ada istilah yang khas tentang pendidikan
moralitas, yaitu adab. Oleh karena
itu kita sepatutnya mempromosikan kembali adab
sebagai solusi untuk menjawab masalah moralitas dalam dunia pendidikan kita.
B.
Mengurai Makna
Adab
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1988) dan Kamus Umum Bahasa Indonesia (1976)
susunan W.J.S. Poerwadarminta, kata adab didefinisikan sebagai: kesopanan, kehalusan dan kebaikan budi pekerti,
dan akhlak. Sedangkan beradab diartikan sebagai sopan, baik budi bahasa, dan
telah maju tingkat kehidupan lahir dan batinnya.
Istilah adab tentu saja bukan hal yang asing
bagi bangsa Indonesia. Sebab, kata ini sudah terbiasa digunakan di tengah
masyarakat dan juga tercantum dalam Pancasila, sila kedua, yaitu: Kemanusiaan
yang adil dan beradab. Masuknya istilah adab dalam Pancasila ini merupakan
indikasi kuatnya pengaruh pandangan dunia Islam (Islamic
worldview) dalam rumusan Pembukaan UUD 1945, dimana terdapat rumusan
Pancasila. Masuknya
istilah adab dalam sila kedua
Pancasila, diduga kuat merupakan buah perjuangan sejumlah tokoh Islam – yang
sekaligus pendiri bangsa – terutama empat anggota Panitia Sembilan BPUPKI,
yaitu KH Wahid Hasyim, Haji Agus Salim, Abikusno Tjokrosoejoso, dan Abdul
Kahar Muzakkir.
Adab tidak dapat hanya dimaknai sebagai sopan-santun, jika adab
hanya dimaknai sebagai sopan-santun, maka bisa-bisa ada orang yang menyatakan,
Nabi Ibrohim a.s. sebagai orang yang tidak beradab, karena berani menyatakan
kepada ayahnya, Sesungguhnya aku
melihatmu dan kaummu berada dalam kesesatan yang nyata. (QS 6:74). Bisa jadi, jika hanya berdasarkan sopan-santun,
tindakan mencegah kemunkaran (nahyu ’anil munkar) akan dikatakan sebagai tindakan tidak beradab.
Dalam perspektif
Islam, manusia beradab haruslah yang menjadikan aktivitas keilmuan sebagai
aktivitas utama mereka. Sebab seorang Muslim senantiasa berdoa: Rabbi zidniy ’ilman
(Ya Alloh, tambahkanlah ilmuku). Lebih dari itu, Rosululloh SAW juga
mengajarkan doa, agar ilmu yang dikejar dan dimiliki seorang Muslim adalah ilmu
yang bermanfaat. Hanya dengan ilmulah, maka manusia dapat meraih adab, sehingga dapat meletakkan sesuatu
pada tempatnya, sesuai ketentuan Alloh SWT. Inilah konsep adab sebagaimana dipahami oleh kaum Muslim.
C.
Adab dan Tujuan
Pendidikan
Syed Muhammad Naquib al-Attas menyatakan tujuan
pendidikan menurut Islam adalah untuk mengetahui tempat yang tepat dari sesuatu
dalam susunan ciptaan-Nya yang dapat menggiringnya pada pengakuan mengenai
kekuasaan Alloh SWT dalam susunan makhluk dan wujud. Jadi ilmu pada prinsipnya
adalah untuk mengenal Alloh SWT. Oleh karena itu pendidikan bertujuan
menghasilkan manusia yang baik (to produce a good man)
bukan sekedar abdi negara yang baik (a good citizen). A good man akan otomatis menjadi a good citizen,
tapi tidak sebaliknya, a good citizen belum tentu menjadi a good
man.
Hal ini sangat berbeda dengan pendidikan
Barat yang bertujuan hanya sekedar untuk menciptakan abdi negara yang baik (good citizen). Konsepsi Barat ini jelas
sangat bertentangan sekali dengan konsepsi hidup dan pendidikan yang diajarkan
Islam. Dalam pandangan Islam, tujuan akhir dari kehidupan seseorang adalah
Alloh SWT. Kesetiaan sejati kepada negara-bangsa bukan hanya mustahil bagi
seorang Muslim, tapi juga dianggap sebagai bentuk kesyirikan. Inilah
sesungguhnya poin penting yang membedakan sistem pendidikan Islam dengan Barat.
Dengan berpijak kepada konsep adab dalam Islam, maka “manusia yang baik” atau “manusia yang
beradab” (yang merupakan tujuan pendidikan menurut Islam), adalah manusia yang
mengenal Tuhannya, mengenal dan mencintai Nabinya, menjadikan Nabi SAW sebagai uswah hasanah,
menghormati para ulama sebagai pewaris Nabi, memahami dan meletakkan ilmu pada
tempat yang terhormat – paham mana ilmu yang fardhu ain, dan mana yang fardhu
kifayah; juga mana ilmu yang bermanfaat dan ilmu yang merusak – dan memahami
serta mampu menjalankan tugasnya sebagai khalifatulloh fil-ardh dengan baik. Wallohu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar