Buletin Gerbang Muhlisin Edisi 24, 01 Jumadil Akhir 1434 H / 12 April 2013
Keutamaan Sholat Berjama”ah
A. Latar Belakang
Sholat 5 (lima) waktu adalah ibadah rutin yang wajib dilaksanakan oleh
setiap muslim mukallaf (muslim yang pada dirinya hukum agama sudah
dapat diterapkan, sehingga yang bersangkutan harus melaksanakan
hukum-hukum agama yang telah ditetapkan). Sholat harus dilaksanakan
dalam kondisi apapun, baik dalam kondisi sehat atau sakit, baik dalam
kondisi miskin atau kaya, baik dalam kondisi cerah atau hujan, dalam
berbagai kondisi, sholat 5 (lima) waktu wajib dilaksanakan. Selama
seorang muslim belum meninggal, kewajiban sholat 5 (lima) waktu akan
selalu melekat pada diri yang bersangkutan.
Sholat 5 (lima)
waktu dapat dilaksanakan secara sendirian (sholat munfarid) atau
bersama-sama (sholat berjama”ah). Buletin Gerbang Muhlisin Edisi kali
ini akan menguraikan keutamaan sholat berjama’ah dibandingkan dengan
sholat munfarid.
B. Dalil Keutamaan Sholat Berjama”ah
Rosululloh menggambarkan keutamaan sholat berjama’ah dibandingkan dengan sholat munfarid melalui sabda beliau, yaitu:
“Sholat berjama’ah itu melebihi keutamaan sholat sendirian, dengan dua
puluh tujuh derajat” (Hadits berasal dari Ibnu Umar, diriwayatkan oleh
Bukhori).
Makna dua puluh tujuh derajat yang didapatkan oleh
seseorang yang melaksanakan sholat berjama’ah tidak tepat ditafsirkan
secara matematis. Hakikat penggambaran tersebut adalah menunjukan betapa
besarnya keutamaan dan hikmah yang terkandung dalam sholat berjama”ah.
Dalam hadits lainnya, Rosululloh bersabda:
“Sholat seseorang
dengan berjama’ah itu melebihi sholatnya yang dilakukan di rumah atau di
kapal sebanyak dua puluh lima kali lipat. Sebabnya ialah karena bila ia
berwudhu, dilakukannya dengan bagus, kemudian ia pergi ke masjid
sedangkan kepergiannya itu tiada lain kecuali untuk melaksanakan sholat
semata-mata, maka setiap langkah yang dilangkahkannya menyebabkan akan
diangkat kedudukannya satu derajat dan akan dihapuskan satu dosa
daripadanya. Dan jika ia sedang sholat, maka para malaikat memohonkan
untuknya rahmat selama ia masih berada di tempat sholat itu sejauh ia
belum berhadast. Ucap mereka (para malaikat): “Ya Alloh, belas
kasihanilah dia”. Dan orang itu dianggap sedang melakukan sholat selama
ia menantikan sholat (berikutnya).” (Hadist berasal dari Abu Hurairoh,
diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim).
Sholat berjama’ah oleh
Rosululloh benar-benar dituntunkan dan diajarkan sedemikian rupa,
sehingga dari sementara golongan ada yang memahaminya sebagai suatu
kewajiban. Pemahaman seperti itu antara lain didasarkan pada beberapa
hadits, antara lain hadits-hadits berikut ini:
Ada seorang tuna
netra (buta) datang menghadap Rosululloh, ia pun berkata: “Wahai
Rosululloh, saya tidak mempunyai penuntun yang akan membimbing saya ke
masjid”. Lalu dimohonkannya kelonggaran untuk sholat di rumah saja,
permintaan tersebut dikabulkan oleh Rosululloh. Maka setelah orang
tersebut berbalik, Rosululloh memanggilnya kembali dan beliau pun
bertanya: “Apakah Anda mampu mendengar seruan adzan ?”, ia pun menjawab:
“Ya”, maka Rosululloh pun bersabda: “Maka kalau demikian halnya wajib”.
(Hadits berasal dari Abu Hurairoh, diriwayatkan oleh Muslim).
“Sholat yang terberat bagi orang-orang munafik ialah sholat ‘Isyak dan
sholat Fajar (Subuh). Padahal apabila mereka mengerti akan keutamaan
kedua sholat tersebut, niscaya mereka akan mendatanginya meskipun dengan
merangkak. Aku bermaksud menyuruh seseorang untuk mengqomati sholat,
lalu menyuruh seseorang untuk menjadi imam bersama-sama sholat dengan
orang banyak. Kemudian aku pergi bersama dengan beberapa orang yang
membawa beberapa ikat kayu bakar untuk mendatangi mereka yang tidak mau
turut sholat, untuk membakar rumah mereka.” (Hadits berasal dari Abu
Hurairoh, diriwayatkan oleh Bukhori, Muslim, Abu Daud, Nasa’i, Tirmidzi,
dan Ibnu Majah).
Menurut pendapat ulama yang terbanyak (jumhur
ulama), mengerjakan sholat 5 (lima) waktu secara berjama’ah hukumnya
bukan wajib, melainkan sunah muakad (sunah yang sangat dianjurkan).
Namun demikian, kita harus mulai menempatkan ibadah yang secara taklifi
memiliki status sebagai ibadah sunah secara layak. Memang status hukum
wajib lebih pasti tuntutannya dibandingkan dengan status hukum sunah,
tapi bagaimanapun sunah merupakan anjuran. Sangat keterlaluan kiranya
jika kita menyepelekan anjuran agama. Apapun yang berasal dari agama
pastilah baik dan apapun yang bertentangan dengan agama pastilah buruk.
Jika kita dapat mengikuti anjuran guru, dokter, pengacara, dan yang
lainnya, mengapa kita enggan mengikuti anjuran agama ?, apakah kita
merasa lebih pintar dari Rosululloh mengenai perkara agama maupun
perkara kehidupan sehingga kita bersikap angkuh terhadap sunah beliau ?.
Marilah kita mulai menempatkan ibadah secara baik, pada tempat yang
semestinya, baik ibadah tersebut merupakan ibadah wajib maupun ibadah
sunah. Agama pasti mendatangkan keselamatan dan kebahagiaan dalam hidup
jika kita menjalaninya dengan penuh ilmu, ikhlas dan istiqomah.
Wallohu a”lam.
Sumber:
Pasha, Musthafa Kamal, Chalil, M.S., Wahardjani. 2003. Fikih Islam
Sesuai Dengan Putusan Majelis Tarjih, Citra Karsa Mandiri, Yogyakarta,
Halaman 73-75
Download file pdf Buletin Gerbang Muhlisin Edisi 24, 01 Jumadil Akhir 1434 H / 12 April 2013 http://id.scribd.com/doc/135726951/Keutamaan-Sholat-Berjama-ah-pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar