Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Sholat Berjama’ah (Bagian 1)
A. Latar Belakang
Sholat berjama’ah sangat dianjurkan oleh Rosululloh. Kedudukan sholat berjama’ah adalah sunah muakad (sunah yang sangat dianjurkan). Oleh karena itu sholat berjama’ah haruslah dilaksanakan secara baik dan benar sesuai dengan tuntunan Rosululloh.
B. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Sholat Berjama’ah
1. Imam Jama’ah
Dalam melaksanakan sholat berjama’ah diperlukan seorang pemimpin yang akan bertugas memimpin sholat berjama’ah tersebut. Oleh karena itu perlu sekali diperhatikan beberapa hal berikut ini:
a) Imam jama’ah adalah orang yang paling banyak hafalan Qur’annya di antara kelompok jama’ah tersebut. Jika di antara mereka terdapat dua orang atau lebih yang mempunyai kemampuan sama dalam penguasaan hafalan Qur’an, hendaknya dicari orang yang lebih mengetahui tentang Hadits. Jika dalam pengetahuan hadits itu pun terdapat kesamaan, maka dicari orang yang lebih tua usianya. Dalilnya:
“Yang lebih berhak menjadi imam bagi suatu kaum adalah yang terpandai dalam membaca Kitabulloh (Qur’an), kalau dalam membaca ini mereka sama, maka yang terpandai dalam Hadits Nabi saw, dan kalau dalam hal ini mereka sama pula, maka yang terdahulu hijrahnya. Kalau dalam hijrah mereka masih sama, maka yang tertua usianya.” (Hadits berasal dari Ibnu Mas’ud, diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad).
b) Imam jama’ah bukanlah orang yang dibenci karena alasan agama oleh kelompok jama’ah tersebut. Dalilnya:
“Tiga golongan yang sholatnya tidak dapat naik sejengkalpun dari atas kepalanya, yaitu seorang yang bertindak sebagai imam bagi suatu kaum sedang mereka (kaum tersebut) membencinya, seorang perempuan yang sepanjang malam suaminya marah kepadanya (karena menolak ajakan suami), dan dua orang bersaudara yang selalu bertengkar.” (Hadits berasal dari Ibnu Mas’ud, diriwayatkan oleh Ibnu Majah).
c) Orang yang masih asing dalam jama’ah tersebut jangan sekali-kali tampil menjadi imam sebelum dipersilahkan oleh imam setempat untuk mengimaminya. Dalilnya:
“Janganlah seseorang menjadi imam bagi orang lain di luar lingkungan keluarga atau kekuasaannya.” (Hadits berasal dari Ibnu Mas’ud, diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad).
2. Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Oleh Imam
a) Hendaknya imam memperhatikan kemampuan jama’ah. Dalilnya:
“Apabila salah satu di antara kalian sholat mengimami orang lain, maka peringanlah. Sesungguhnya di antara mereka ada yang lemah, ada yang sedang sakit, ada pula yang sudah tua. Sedang manakala sholat sendirian maka panjangkanlah menurut kemauan.” (Hadits berasal dari Abu Hurairoh, diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim).
b) Sebelum memulai sholat hendaknya imam mengetur barisan (shof) hingga menjadi rapat dan lurus, serta terpenuhinya shof terdepan dan shof-shof yang terkemudian. Dalilnya:
“Ratakanlah (luruskanlah) shof kalian karena lurusnya shof itu termasuk sebagian dari kesempurnaan sholat.” (Hadits berasal dari Anas, diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim).
“Adalah Rosululloh menghadapkan mukanya kepada kita sebelum bertakbir seraya mengucapkan: rapatkan dan luruskanlah shof kalian.” (Hadits berasal dari Anas, diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim).
“Penuhilah lebih dahulu shof pertama, kemudian shof berikutnya. Hendaknya shof yang tidak penuh itu shof yang terbelakang.” (Hadits berasal dari Anas, diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Nasai, Ibnu Majah).
c) Hendaknya imam mengeraskan takbir intiqol (takbir sebagai tanda perpindahan dari satu gerakan sholat ke gerakan sholat yang lain) agar dapat didengar oleh makmum. Bilamana dipandang perlu, dikarenakan tidak adanya alat pengeras suara, sedangkan jumlah jama’ah sangat banyak, maka salah seorang jama’ah dapat bertindak sebagai muballigh, yaitu penyambung suara takbir intiqol dari imam agar semua jama’ah dapat mendengarnya. Dalilnya:
“Rosululloh pada suatu hari menderita sakit, kemudian kami sholat di belakang beliau dan beliau sholat dengan duduk, serta Abu Bakar memperdengarkan (menirukan dengan suara keras) takbir beliau kepada orang banyak.” (Hadits berasal dari Jabir, diriwayatkan oleh Muslim, Ahmad, Nasai, Ibnu Majah).
Wallohu a”lam. [Bersambung]
Sumber:
Pasha, Musthafa Kamal, Chalil, M.S., Wahardjani. 2003. Fikih Islam Sesuai Dengan Putusan Majelis Tarjih, Citra Karsa Mandiri, Yogyakarta, Halaman 75-78
Download file pdf Buletin Gerbang Muhlisin Edisi 25, 15 Jumadil Akhir 1434 H / 26 April 2013 http://www.scribd.com/doc/137926191/Buletin-Gerbang-Muhlisin-Edisi-25-15-Jumadil-Akhir-1434-H-26-April-2013
Kamis, 25 April 2013
Minggu, 14 April 2013
Buletin Gerbang Muhlisin Edisi 24, 01 Jumadil Akhir 1434 H / 12 April 2013
Keutamaan Sholat Berjama”ah
A. Latar Belakang
Sholat 5 (lima) waktu adalah ibadah rutin yang wajib dilaksanakan oleh
setiap muslim mukallaf (muslim yang pada dirinya hukum agama sudah
dapat diterapkan, sehingga yang bersangkutan harus melaksanakan
hukum-hukum agama yang telah ditetapkan). Sholat harus dilaksanakan
dalam kondisi apapun, baik dalam kondisi sehat atau sakit, baik dalam
kondisi miskin atau kaya, baik dalam kondisi cerah atau hujan, dalam
berbagai kondisi, sholat 5 (lima) waktu wajib dilaksanakan. Selama
seorang muslim belum meninggal, kewajiban sholat 5 (lima) waktu akan
selalu melekat pada diri yang bersangkutan.
Sholat 5 (lima)
waktu dapat dilaksanakan secara sendirian (sholat munfarid) atau
bersama-sama (sholat berjama”ah). Buletin Gerbang Muhlisin Edisi kali
ini akan menguraikan keutamaan sholat berjama’ah dibandingkan dengan
sholat munfarid.
B. Dalil Keutamaan Sholat Berjama”ah
Rosululloh menggambarkan keutamaan sholat berjama’ah dibandingkan dengan sholat munfarid melalui sabda beliau, yaitu:
“Sholat berjama’ah itu melebihi keutamaan sholat sendirian, dengan dua
puluh tujuh derajat” (Hadits berasal dari Ibnu Umar, diriwayatkan oleh
Bukhori).
Makna dua puluh tujuh derajat yang didapatkan oleh
seseorang yang melaksanakan sholat berjama’ah tidak tepat ditafsirkan
secara matematis. Hakikat penggambaran tersebut adalah menunjukan betapa
besarnya keutamaan dan hikmah yang terkandung dalam sholat berjama”ah.
Dalam hadits lainnya, Rosululloh bersabda:
“Sholat seseorang
dengan berjama’ah itu melebihi sholatnya yang dilakukan di rumah atau di
kapal sebanyak dua puluh lima kali lipat. Sebabnya ialah karena bila ia
berwudhu, dilakukannya dengan bagus, kemudian ia pergi ke masjid
sedangkan kepergiannya itu tiada lain kecuali untuk melaksanakan sholat
semata-mata, maka setiap langkah yang dilangkahkannya menyebabkan akan
diangkat kedudukannya satu derajat dan akan dihapuskan satu dosa
daripadanya. Dan jika ia sedang sholat, maka para malaikat memohonkan
untuknya rahmat selama ia masih berada di tempat sholat itu sejauh ia
belum berhadast. Ucap mereka (para malaikat): “Ya Alloh, belas
kasihanilah dia”. Dan orang itu dianggap sedang melakukan sholat selama
ia menantikan sholat (berikutnya).” (Hadist berasal dari Abu Hurairoh,
diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim).
Sholat berjama’ah oleh
Rosululloh benar-benar dituntunkan dan diajarkan sedemikian rupa,
sehingga dari sementara golongan ada yang memahaminya sebagai suatu
kewajiban. Pemahaman seperti itu antara lain didasarkan pada beberapa
hadits, antara lain hadits-hadits berikut ini:
Ada seorang tuna
netra (buta) datang menghadap Rosululloh, ia pun berkata: “Wahai
Rosululloh, saya tidak mempunyai penuntun yang akan membimbing saya ke
masjid”. Lalu dimohonkannya kelonggaran untuk sholat di rumah saja,
permintaan tersebut dikabulkan oleh Rosululloh. Maka setelah orang
tersebut berbalik, Rosululloh memanggilnya kembali dan beliau pun
bertanya: “Apakah Anda mampu mendengar seruan adzan ?”, ia pun menjawab:
“Ya”, maka Rosululloh pun bersabda: “Maka kalau demikian halnya wajib”.
(Hadits berasal dari Abu Hurairoh, diriwayatkan oleh Muslim).
“Sholat yang terberat bagi orang-orang munafik ialah sholat ‘Isyak dan
sholat Fajar (Subuh). Padahal apabila mereka mengerti akan keutamaan
kedua sholat tersebut, niscaya mereka akan mendatanginya meskipun dengan
merangkak. Aku bermaksud menyuruh seseorang untuk mengqomati sholat,
lalu menyuruh seseorang untuk menjadi imam bersama-sama sholat dengan
orang banyak. Kemudian aku pergi bersama dengan beberapa orang yang
membawa beberapa ikat kayu bakar untuk mendatangi mereka yang tidak mau
turut sholat, untuk membakar rumah mereka.” (Hadits berasal dari Abu
Hurairoh, diriwayatkan oleh Bukhori, Muslim, Abu Daud, Nasa’i, Tirmidzi,
dan Ibnu Majah).
Menurut pendapat ulama yang terbanyak (jumhur
ulama), mengerjakan sholat 5 (lima) waktu secara berjama’ah hukumnya
bukan wajib, melainkan sunah muakad (sunah yang sangat dianjurkan).
Namun demikian, kita harus mulai menempatkan ibadah yang secara taklifi
memiliki status sebagai ibadah sunah secara layak. Memang status hukum
wajib lebih pasti tuntutannya dibandingkan dengan status hukum sunah,
tapi bagaimanapun sunah merupakan anjuran. Sangat keterlaluan kiranya
jika kita menyepelekan anjuran agama. Apapun yang berasal dari agama
pastilah baik dan apapun yang bertentangan dengan agama pastilah buruk.
Jika kita dapat mengikuti anjuran guru, dokter, pengacara, dan yang
lainnya, mengapa kita enggan mengikuti anjuran agama ?, apakah kita
merasa lebih pintar dari Rosululloh mengenai perkara agama maupun
perkara kehidupan sehingga kita bersikap angkuh terhadap sunah beliau ?.
Marilah kita mulai menempatkan ibadah secara baik, pada tempat yang
semestinya, baik ibadah tersebut merupakan ibadah wajib maupun ibadah
sunah. Agama pasti mendatangkan keselamatan dan kebahagiaan dalam hidup
jika kita menjalaninya dengan penuh ilmu, ikhlas dan istiqomah.
Wallohu a”lam.
Sumber:
Pasha, Musthafa Kamal, Chalil, M.S., Wahardjani. 2003. Fikih Islam
Sesuai Dengan Putusan Majelis Tarjih, Citra Karsa Mandiri, Yogyakarta,
Halaman 73-75
Download file pdf Buletin Gerbang Muhlisin Edisi 24, 01 Jumadil Akhir 1434 H / 12 April 2013 http://id.scribd.com/doc/ 135726951/ Keutamaan-Sholat-Berjama-ah-pdf
Kamis, 04 April 2013
Buletin Gerbang Muhlisin Edisi 23, 24 Jumadil Awal 1434 H / 05 April 2013
Tata Cara Sholat Sesuai Tuntunan Rosululloh (Bagian 8-Selesai)
A. Latar Belakang
Buletin Gerbang Muhlisin edisi kali ini merupakan kelanjutan edisi sebelumnya yang akan mengulas tentang tata cara sholat sesuai tuntunan Rosululloh.
B. Tata Cara Sholat Sesuai Tuntunan Rosululloh
12. Duduk Tasyahud Akhir
Pada rakaat terakhir, setelah sujud yang kedua kemudian duduk tawaruq untuk tasyahud akhir dan membaca salam sebagai tanda bahwa sholat telah selesai. Tata cara duduk tasyahud akhir adalah sebagai berikut:
a) Duduk tawaruq, yaitu duduk dengan cara mempersilangkan kaki kiri di bawah kaki kanan, sedangkan kaki kanan bertumpu dengan ujung jari yang dilipat ke bawah menghadap ke kiblat.
b) Mengacungkan telunjuk jari tangan kanan seperti ketika duduk tasyahud awal.
c) Membaca tasyahud dan sholawat sebagaimana ketika duduk tasyahud awal.
d) Diteruskan dengan membaca doa:
“Allo-humma inni- a'udzu bika min 'adza-bi jahannama wa min 'adza-bil qobri wa min fitnatil mahya- wal mama-ti wa min syarri fitnatil masi-hid dajja-l.”
Artinya: “Ya Alloh, aku berlindung kepada-Mu dari siksa jahanam dan siksa kubur, begitu juga aku berlindung kepada-Mu dari fitnahnya hidup dan fitnahnya mati, serta dari kejahatan fitnah Dajjal.”
Dalilnya adalah:
1) Hadits dari Abu Huroiroh menerangkan bahwa Rosululloh saw. bersabda: "Apabila salah seorang daripadamu bertasyahhud, hendaklah minta perlindungan kepada Alloh dari empat perkara, dengan berdo'a: "Allohumma inni- a'udzu bika …dan seterusnya hadits. Demikian pula dalam riwayat lain, dengan kalimat: "Kalau selesai bertasyahhud akhir, hendaklah meminta perlindungan dari empat perkara"… seterusnya hadits.” (Diriwayatkan oleh Muslim).
13. Membaca Salam
Setelah selesai berdoa Allo-humma inni- a'udzu bika min 'adza-bi jahannama wa min 'adza-bil qobri wa min fitnatil mahya- wal mama-ti wa min syarri fitnatil masi-hid dajja-l, maka:
a) Mengucapkan salam, yaitu dengan membaca assalamu'alaikum wa rohmatullo-hi wa baroka-tuh, seraya telunjuk jari kanan ditarik kembali, dan menoleh ke arah kanan hingga pipi kanan seluruhnya kelihatan dari arah belakang.
b) Diteruskan dengan mengucapkan salam, yaitu dengan membaca assalamu'alaikum wa rohmatullo-hi wa baroka-tuh, seraya menoleh ke arah kiri hingga pipi kiri seluruhnya kelihatan dari arah belakang.
Dalilnya adalah:
1) Menurut hadits Abu Dawud dengan sanad shohih dari Wail bin Hujur, katanya: "Aku sholat bersama–sama Rosululloh saw. maka beliau bersalam ke kanannya dengan membaca: “Assala-mu 'alaikum wa rahmatullahi wa baraka-tuh” dan bersalam ke kirinya dengan membaca: "Assala-mu 'alaikum wa rahmatulla-hi wa baraka-tuh". (Terdapat dalam kitab Bulughul Marom).
14. Tertib
Mengerjakan sholat dengan mengikuti urut-urutan seperti yang telah diuraikan pada Buletin Gerbang Muhlisin Edisi 16-23 sifatnya adalah pasti, tidak boleh dirubah sama sekali, sekalipun hanya sedikit saja. Tidak boleh sujud mendahului ruku, i’tidal mendahului takbirotul ihrom ataupun tasyahud akhir mendahului tasyahud awal, semua gerakan sholat harus dilakukan secara urut sesuai dengan apa yang telah diuraikan pada Buletin Gerbang Muhlisin Edisi 16-23.
Disamping pelaksanaannya harus tertib, juga ada satu hal lagi yang tidak kalah pentingnya, yaitu sikap tenang (thuma’ninah), hingga tidak terasa sidikit pun sikap terburu-buru atau tergesa-gesa dalam melaksanakan setiap gerakan dalam sholat. Apalagi kalau mengingat bahwa sesungguhnya di saat seseorang sedang melakukan sholat hakikatnya pada saat tersebut ia sedang menemui kekasihnya yang sangat dicintai. Bukankah surat al-Baqoroh ayat 165 menggambarkan perilaku seorang mukmin dengan kalimat:
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Alloh; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Alloh. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Alloh.”
Sebagai salah satu tanda seseorang mencintai kepada yang dicintainya akan terlihat betap asyiknya setiap waktu ia mendapatkan kesempatan untuk bertemu dan berbicara dengannya. Sholat merupakan saat seorang hamba dapat menemui Sang Maha Terkasih, yaitu Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itu sudah semestinyalah sholat dikerjakan dengan penuh kekhusyukan, tawadhu, sakinah dan thuma’ninah. Ketenangan sangat ditekankan ketika mengerjakan sholat, penuh konsentrasi saat melaksanakannya dan tenang pula saat melaksanakan setiap gerakan sholat, baik ketika berdiri, ruku, i’tidal, sujud maupun ketika duduk di antara dua sujud, tasyahud awal hingga tasyahud akhir.
Wallohu a’lam. [Selesai]
Sumber:
Http://
Pasha, Musthafa Kamal, Chalil, M.S., Wahardjani. 2003. Fikih Islam Sesuai Dengan Putusan Majelis Tarjih, Citra Karsa Mandiri, Yogyakarta, Halaman 58-62
Download file pdf Buletin Gerbang Muhlisin Edisi 23, 24 Jumadil Awal 1434 H / 05 April 2013 http://id.scribd.com/doc/
Langganan:
Postingan (Atom)