Jumat, 28 Desember 2012

Buletin Gerbang Muhlisin Edisi 11, 14 Safar 1434 H / 28 Desember 2012

Dalil Tata Cara Wudhu dan Tayammum Sesuai Tuntunan Rosululloh
(Bagian 2-Selesai)

“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” ( Qur’an Surat Ali Imron [3], Ayat 105).

A. Latar Belakang

Buletin Gerbang Muhlisin edisi kali ini merupakan kelanjutan edisi sebelumnya dan merupakan bagian terakhir pembahasan tentang dalil tata cara wudhu dan tayammum. Sebagaimana edisi sebelumnya, semangat yang dibawa edisi kali ini adalah dalam rangka memasyarakatkan sikap ittibaa kepada seluruh Warga Muhammadiyah di Haurgeulis dan sekitarnya. 

B. Dalil Tata Cara Wudhu Sesuai Tuntunan Rosululloh

6. Dalil mengusap kepala
a) Qur’an Surat Al-Ma’idah [5], Ayat 6: ”…dan usaplah kepalamu…”
b) Hadits dari Humron: “…kemudian mengusap kepalanya…” (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
c) Hadits dari Mughiroh: “Bahwa Rosululloh berwudhu lalu mengusap ubun-ubun dan atas surbannya.” (Diriwayatkan oleh Muslim Abu Dawud dan Tirmidzi).
d) Hadits dari Abdullah bin Zaid bin 'Ashim: “Dan memulai dengan permulaan kepalanya sehingga menjalankan kedua tangannya sampai pada tengkuknya, kemudian mengembalikanya pada tempat memulainya.” (Diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim).
e) Hadits dari Abdullah bin Umar: "Lalu, mengusap kepalanya dan memasukkan kedua telunjuknya pada kedua telinganya dan mengusapkan kedua ibu jari pada kedua telinga yang luar, serta kedua telunjuk mengusapkan pada kedua telinga yang luar serta kedua telunjuk mengusapkan pada kedua telinga yang sebelah dalam". (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasai, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah).

7. Dalil membasuh kedua kaki
a) Qur’an Surat Al-Ma’idah [5], Ayat 6: ”…cucilah kakimu sampai kedua mata kaki…”
b) Hadits dari Humron: “...membasuh kakinya yang kanan sampai kepada dua mata kaki tiga kali dan yang kiri seperti itu pula…”(Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
c) Hadits dari Abdullah bin Zaid bin 'Ashim: “Rosululloh wudhu, maka beliau mengerjakan demikian, yakni menggosok.” (Diriwayatkan oleh Ahmad).
d) Hadits dari Laqith bin Shaburah: "Sempurnakanlah wudhu, selai-selailah di antara jari-jari...” (Diriwayatkan oleh Imam Empat: Abu Dawud, Nasa’i, Tirmidzi dan Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah).
e) Hadits dari Abu Hurairah: "Kamu sekalian bersinar, muka, kaki dan tanganmu di hari kemudian sebab menyempurnakan wudhu, maka siapa yang mampu diantaramu supaya melebihkan sinarnya.” (Diriwayatkan oleh Muslim)
f) Hadits dari 'Aisyah: “Rosululloh suka mendahulukan kanannya, dalam memakai sandalnya, bersisirnya, bersucinya dan dalam segala hal.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
g) Hadits dari 'Umar bin Khothob: “Sungguh telah datang seorang kepada Rosululloh, ia telah berwudhu tetapi telah meninggalkan sebagian kecil telapak kakinya selebar kuku: maka bersabda Rasulullah: “Kembali dan perbaikilah wudhumu." Berkata 'Umar. "Orang itu lalu kembali berwudhu lalu sholat." (Diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Dawud).
h) Hadits dari Ibnu 'Amer bin 'Ash: "Neraka Wail itu bagi orang yang tidak sempurna mencuci tumitnya." (Diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim).

8. Dalil membaca “Asyhadu allaila-ha-ilalloh wahdahu-la-syari-kalah, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhuwa rosu-luh”
a) Hadits dari ‘Umar bin Khothob: “Rosululloh bersabda: "Tidak ada seorang dari kamu yang berwudhu dengan sempurna lalu mengucapkan: Asyhadu alla- ila-ha illa-Ilahu-wa-asyhadu anna- Muhammadan 'abduhu-wa rasu-luh" melainkan akan dibukakanlah baginya pintu Syurga yang delapan, yang dapat dimasuki dari mana yang ia hendaki". (Diriwayatkan oleh Muslim, Ahmad dan Abu Dawud).

Sumber:
Http://tarjih.muhammadiyah.or.id/, hpt-muhammadiyah, Halaman 45-47.
Pasha, Musthafa Kamal, Chalil, M.S., Wahardjani. 2003. Fikih Islam Sesuai Dengan Putusan Majelis Tarjih, Citra Karsa Mandiri, Yogyakarta, Halaman 7-35.

Download file pdf Buletin Gerbang Muhlisin Edisi 11, 14 Safar 1434 H / 28 Desember 2012 http://www.scribd.com/doc/118207886/Buletin-Gerbang-Muhlisin-Edisi-11-14-Safar-1434-H-28-Desember-2012



Kamis, 20 Desember 2012

Buletin Gerbang Muhlisin Edisi 10, 07 Safar 1434 H / 21 Desember 2012

Dalil Tata Cara Wudhu dan Tayammum Sesuai Tuntunan Rosululloh (Bagian 1)

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” ( Qur’an Surat Al-Isroo’ [17], Ayat 36).

A. Latar Belakang

Sesuai dengan Keputusan Munas Tarjih XXV tentang Manhaj Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam tahun 2000 di Jakarta, warga Persyarikatan Muhammadiyah diharapkan menjadikan ittibaa sebagai sikap minimal yang harus dapat dilakukan dalam beribadah. Ittibaa adalah mengikuti pemikiran ulama dengan mengetahui dalil dan argumentasinya. Warga Persyarikatan Muhammadiyah tidak dibenarkan bersikap taqlid dalam beribadah. Taqlid adalah mengikuti pemikiran ulama tanpa mengetahui dalil dan argumentasinya.
Oleh karena itu edisi buletin Gerbang Muhlisin kali ini akan menguraikan dalil tentang wudhu dan tayammum, namun karena keterbatasan ruang buletin, maka uraian tentang dalil akan dibahas dalam beberapa kali edisi.

B. Dalil Tata Cara Wudhu Sesuai Tuntunan Rosululloh

1. Dalil membaca “Bismillahirrohmanirrohim“.

a) Hadits dari Nasa’i dengan sanad yang baik : “Wudhu-lah kamu dengan membaca “Bismillah”. Ibnu Hadjar menyatakan dalam kitab “Takhrij Ahadits al-Adzkar”, bahwa hadits ini hasan shahih, Imam Nawawi setelah membawakan hadits dari Anas seluruhnya, menyatakan bahwa hadits ini sanadnya baik. 

b) Hadits dari Abu Hurairah: “Segala perkara yang berguna, yang tidak di mulai dengan Bismillahirrohmanirrohim itu tidak sempurna.” (Diriwayatkan oleh Abdul-Kadir Arruhawi).

2. Dalil membasuh tapak tangan 3 (tiga) kali.

a) Hadits dari Humron: “Sungguh ‘Utsman telah minta air wudhu, maka dicucinya kedua tapak tangannya tiga kali, lalu berkumur dan mengisap air dan menyemburkan, kemudian membasuh mukanya tiga kali, lalu membasuh tangannya yang kanan sampai sikunya tiga kali dan yang kiri seperti demikian itu pula, kemudian mengusap kepalanya lalu membasuh kakinya yang kanan sampai kepada dua mata kaki tiga kali dan yang kiri seperti itu pula. Lalu berkata: ”Aku melihat Rosululloh wudhu seperti wudhu ini.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).

b) Hadits dari Laqith bin Shaburah: "Sempurnakanlah wudhu, selai-selailah di antara jari-jari dan sempurnakanlah dalam menghirup air, kecuali kamu sedang berpuasa.” (Diriwayatkan oleh Imam Empat: Abu Dawud, Nasa’i, Tirmidzi dan Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah).

3. Dalil menghirup air dan berkumur 3 (tiga) kali.

a) Hadits dari Abdullah bin Zaid: "Kemudian memasukkan tangannya, maka berkumur dan menghirup air dari tapak tangan sebelah, beliau mengerjakan demikian tiga kali." (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).

b) Hadits dari Abu Hurairah: "Rosulullohmemerintahkan berkumur dan menghirup air". (Diriwayatkan oleh Daraquthni).

c) Hadits dari Laqith bin Shaburah (sebagimana nomor 2b): "…sempurnakanlah dalam menghirup air...”

4. Dalil membasuh muka 3 (tiga) kali.

a) Qur’an Surat Al-Ma’idah [5], Ayat 6: ”…basuhlah (cucilah) mukamu…”

b) Hadits dari Humron (sebagaimana nomor 2a): “…kemudian membasuh mukanya tiga kali…”

c) Hadits dari Abu Umamah: “Adalah Rosulullohmengusap dua sudut mata dalam berwudhu.” (Diriwayatkan oleh Abu Daud dengan isnad baik).

d) Hadits dari Abu Hurairah: "Kamu sekalian bersinar, muka, kaki dan tanganmu di hari kemudian sebab menyempurnakan wudhu, maka siapa yang mampu diantaramu supaya melebihkan sinarnya.” (Diriwiyatkan oleh Muslim)

e) Hadits dari 'Utsman bin 'Affan, bahwa Rosululloh mensela-selai janggutnya dalam wudhu. (Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Daraquthni dan Hakim).

5. Dalil membasuh tangan 3 (tiga) kali.

a) Qur’an Surat Al-Ma’idah [5], Ayat 6: ”…tanganmu sampai ke siku…”

b) Hadits dari Humron (sebagaimana nomor 2a): “…lalu membasuh tangannya yang kanan sampai sikunya tiga kali dan yang kiri seperti demikian itu pula…”

c) Hadits dari Abdullah bin Zaid bin 'Ashim: “Rosululloh wudhu, maka beliau mengerjakan demikian, yakni menggosok.” (Diriwayatkan oleh Ahmad).

d) Hadits dari Abdullah bin Zaid bin 'Ashim: “Rosululloh diberi air dua per tiga mud (±1,5 liter) lalu menggosok dua lengannya.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah).

e) Hadits dari Laqith bin Shaburah (sebagimana nomor 2b): "…selai-selailah di antara jari-jari...”

f) Hadits dari 'Aisyah: “Rosululloh suka mendahulukan kanannya, dalam memakai sandalnya, bersisirnya, bersucinya dan dalam segala hal.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).

[uraian dalil tentang wudhu dan tayammum akan dilanjutkan pada edisi Gerbang Muhlisin ke-11]

Sumber:

Http://tarjih.muhammadiyah.or.id/download-manhaj.html

Majelis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Himpunan Putusan Majelis Tarjih Muhammadiyah, Suara Muhammadiyah, Yogyakarta, Halaman 52-56.

Pasha, Musthafa Kamal, Chalil, M.S., Wahardjani. 2003. Fikih Islam Sesuai Dengan Putusan Majelis Tarjih, Citra Karsa Mandiri, Yogyakarta, Halaman 7-35.

Download file pdf Buletin Gerbang Muhlisin Edisi 10, 07 Safar 1434 H / 21 Desember 2012 http://www.scribd.com/doc/117543625/Buletin-Gerbang-Muhlisin-Edisi-10-07-Safar-1434-H-21-Desember-2012



Kamis, 13 Desember 2012

Buletin Gerbang Muhlisin Edisi 9, 30 Muharrom 1434 H / 14 Desember 2012

Tata Cara Wudhu dan Tayammum Sesuai Tuntunan Rosululloh

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melaksanakan sholat, basuhlah (cucilah) mukamu, tanganmu sampai ke siku, usaplah kepalamu dan cucilah kakimu sampai kedua mata kaki. Dan jika kamu berjunub maka bersuci (mandi) lah. Dan jika kamu sakit atau bepergian atau salah seorang di antara kamu buang air (buang hajat) atau kamu sentuh wanita (bersetubuh), dan tidak kamu dapati air maka bertayammumlah kamu dengan debu yang bersih maka usaplah mukamu dan tanganmu dengan debu itu. Alloh tidak menginginkan kesempitan kepadamu, tetapi hendak mensucikan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu, supaya kamu bersyukur”. ( Qur’an Surat Ma’idah [5], Ayat 6).

A. Latar Belakang

Wudhu dalam ajaran Islam mempunyai nilai tersendiri. Wudhu di samping ikut serta menentukan sah atau tidaknya sholat atau thowaf seseorang, juga akan menjadi penghapus dosa dan meninggikan derajat. Bahkan wudhu akan menjadi tanda pengenal sebagai umat Nabi Muhammad SAW kelak di hari kiamat. Oleh karena itu mengetahui dan mengamalkan tata cara wudhu yang benar sesuai tuntunan Rosululloh sangatlah penting.

B. Tata Cara Wudhu Sesuai Tuntunan Rosululloh

1. Membaca: “Bismillahirrohmanirrohim” (Dengan menyebut nama Alloh Yang Maha Pengasih, Yang Maha Penyayang). Dengan niat ikhlas semata-mata hanya karena ingin beribadah kepada Alloh. Tidak perlu melafalkan kalimat atau ucapan niat tertentu. Rosululloh tidak pernah mengajarkan suatu kalimat atau ucapan yang harus dilakukan sebagai ungkapan niat dalam sholat (termasuk wudhu).

2. Membasuh tapak tangan sebelah dalam dan luar sambil membersihkan juga sela-sela jari, dimulai dari tangan kanan sebanyak 3 kali, kemudian selanjutnya tangan kiri sebanyak 3 kali. Lakukan dengan sebersih mungkin hingga najis yang melekat di tapak tangan tersucikan. 

3. Mengambil air dengan tangan kanan lalu memasukannya ke dalam mulut sambil menghirup air tersebut ke dalam hidung, berkumur sesempurna mungkin, lalu menyemburkannya kembali. Lakukan sebanyak 3 kali. Jika sedang puasa maka cukup berkumur saja, tidak perlu menghirup air ke dalam hidung.

4. Membasuh muka secara merata (dari mulai ujung tumbuhnya rambut yang terdepan sampai ke dagu, dari anak telinga yang kanan hingga anak telinga yang kiri, semua bagian wajah harus terbasuh secara merata) sambil membersihkan kedua ujung kelopak mata kanan dan kedua ujung kelopak mata kiri. Jika memiliki jenggot yang lebat, maka sela-selailah jenggot. Lakukan sebanyak 3 kali. 

5. Membasuh tangan dari mulai ujung jari hingga ke siku dengan cara digosok-gosok dan membersihkan sela-sela jari. Dimulai dari tangan kanan terlebih dahulu sebanyak 3 kali, kemudian baru tangan kiri sebanyak 3 kali.

6. Mengusap rambut dengan air ke seluruh kepala secara merata, di mulai dari pangkal rambut di kening sampai tengkuk, lalu dikembalikan lagi ke depan sampai pangkal rambut di kening, kemudian diteruskan dengan membersihkan kedua daun telinga secara bersamaan dengan cara posisi jari tangan kanan dan kiri seperti hendak mencubit daun telinga sebelah kanan dan kiri, jari telunjuk digunakan untuk membersihkan daun telinga bagian dalam, sedangkan jempol digunakan untuk membersihkan daun telinga bagian luar. Seluruh tata cara ini (dari mulai mengusap rambut hingga membersihkan daun telinga) dilakukan hanya sebanyak 1 kali.

7. Membasuh kedua kaki dari mulai ujung jari kaki hingga mata kaki sambil membersihkan sela-sela jari kaki. Dimulai dari kaki kanan terlebih dahulu sebanyak 3 kali, kemudian selanjutnya kaki kiri sebanyak 3 kali. Lakukan sesempurna mungkin, bagian punggung kaki, telapak kaki serta tumit haruslah terbasuh secara merata. Jika kaki penuh noda kotoran (lumpur, najis, daki), gosok-gosoklah hingga noda kotoran tersebut tersucikan.

8. Mengucapkan: “Asyhadu allaila-ha-ilalloh wahdahu-la-syari-kalah, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhuwa rosu-luh” (Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Alloh Yang Maha Esa , tiada satu pun sekutu bagi-Nya. Dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rosul-Nya).

9. Selesai

C. Tata Cara Tayammum Sesuai Tuntunan Rosululloh

Tayammum dapat dilakukan oleh seseorang apabila dalam keadaan air sangat langka maupun dalam keadaan sakit yang begitu parah sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan air ketika hendak berwudhu. Tata cara tayammum sesuai tuntunan Rosululloh adalah sebagai berikut:

1. Membaca: “Bismillahirrohmanirrohim” (Dengan menyebut nama Alloh Yang Maha Pengasih, Yang Maha Penyayang). Dengan niat ikhlas semata-mata hanya karena ingin beribadah kepada Alloh.

2. Menepukan atau melekatkan kedua tapak tangan pada tempat yang berdebu suci, kemudian meniupnya agar debu-debu yang kasar tidak terikutkan. 

3. Mengusapkan kedua tapak tangan pada wajah secara merata, kemudian dilanjutkan dengan mengusap kedua punggung tapak tangan sampai pergelangan. Di mulai dari tangan kanan, kemudian baru tangan kiri. Lakukan hanya sebanyak 1 kali.

4. Selesai.

Sumber:

Majelis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Himpunan Putusan Majelis Tarjih Muhammadiyah, Cetakan ke-3, Halaman 45-49.

Pasha, Musthafa Kamal, Chalil, M.S., Wahardjani. 2003. Fikih Islam Sesuai Dengan Putusan Majelis Tarjih, Citra Karsa Mandiri, Yogyakarta, Halaman 7-35.

Download file pdf Buletin Gerbang Muhlisin Edisi 9, 30 Muharrom 1434 H / 14 Desember 2012 http://www.scribd.com/doc/116663699/Buletin-Gerbang-Muhlisin-Edisi-9-30-Muharrom-1434-H-14-Desember-2012



Kamis, 06 Desember 2012

Buletin Jum'at Gerbang Muhlisin Edisi 8, 23 Muharrom 1434 H / 07 Desember 2012

Dakwah Dan Politik

“Elections and the democratic processes that have taken root since 1999 have shown several important things: first, Islamic parties that run on a religious platform and that propose implementing Islamic values nationally win a preponderance of votes in 2004 election. Secondly, the parliamentary members of Islamic parties to some extent have better moral reputation than the member of liberal and secular party. Thirdly, the Islamic parties win the election of several governors and the head of sub-regions.” Terjemahan bebas: “Pemilihan umum dan proses demokrasi yang telah bermula sejak tahun 1999 memperlihatkan beberapa hal penting: pertama, partai-partai Islam yang mengusung isu-isu agama dan mempromosikan penerapan nilai-nilai Islam memperoleh kemenangan yang cukup memadai pada pemilihan umum tahun 2004. Kedua, anggota-anggota parlemen yang berasal dari partai-partai Islam pada tataran tertentu memiliki reputasi moral yang lebih baik daripada anggota dari partai liberal dan sekuler. Ketiga, partai-partai Islam memenangkan beberapa pemilihan gubernur dan bupati.” (Hamid Fahmy Zarkasyi, PhD., The Rise of Islamic Religio-Political Movement in Indonesia, Its Background, Present Situation and Future, Makalah yang dipresentasikan di Symposium on Asia and Islam, Organized by the Japan Institute of International Affairs (JIIA) and the Institute of Islamic Understanding Malaysia (IKIM), October 15th – 16th, Tokyo, 2008: 30)

A. Latar Belakang

Umat Islam di Indonesia, terutama para ulamanya sudah sangat kenyang dengan lika-liku politik. Sejak awal Republik Indonesia ini didirikan, para ulama telah berperan secara aktif menyusun dasar-dasar negara, ambil saja contohnya Kyai Haji Bagus Hadikusomo dan Mr. Kasman Singodimedjo dari Persyarikatan Muhammadiyah. Beliau berdua bersama-sama dengan tokoh-tokoh Islam lainnya berupaya untuk mengarahkan agar nilai-nilai Islam dapat menjadi jiwa dasar negara Republik Indonesia. Begitu pula periode-periode sesudahnya, tidak sedikit ulama dan tokoh Islam yang aktif dalam bidang politik. Jadi umat Islam di Indonesia bukanlah umat yang awam dalam bidang sejarah dan politik.

Pertanyaannya adalah apa manfaat yang diperoleh umat Islam dari aktivitas para ulama dan tokohnya dalam bidang politik selama ini ?. Realitas politik hari-hari ini justru sepertinya menyanggah pernyataan positif dari Hamid Fahmy Zarkasyi. Partai-partai Islam atau yang mencitrakan sebagai partai Islam menurut beberapa survei akan mengalami penurunan jumlah suara yang cukup signifikan pada pemilihan umum tahun 2014 nanti. Moral para pejabat Islam pun tak lebih baik daripada orang-orang sekuler, tidak sedikit anggota partai Islam yang terjerat perkara hukum. Rakyat pun tampaknya telah enggan memilih pemimpin berdasarkan agamanya sebagaimana yang dibuktikan pada pemilihan umum kepala daerah DKI Jakarta beberapa waktu yang lalu. 

B. Politik Bukanlah Faktor Utama

Entah mengapa ada pemahaman yang tersebar luas di kalangan umat Islam bahwa politik adalah medan juang yang perlu untuk dimenangkan oleh umat Islam. Berbagai siasat politik pun dilaksanakan demi untuk meraih perhatian dari rakyat dan untuk merengkuh kekuasaan sebesar-besarnya. Kadang siasat tersebut bahkan mengakibatkan permusuhan di antara partai Islam, merusak ukhuwah Islamiyah.
Padahal Rosululloh ketika pertama kali menyampaikan ajaran Islam, beliau bukanlah penguasa politik di Mekah, namun beliau mampu melahirkan tokoh-tokoh pejuang Islam yang luar biasa, seperti Sayyidina Abu Bakar Ash-Shidiq, Amirul Mukminin Umar Ibn Khothob, Imam Ali Ibn Abi Tholib, serta para pejuang Islam lainnya. Rosululloh melakukannya dengan jalan dakwah, mengajak pada kebaikan dan melawan kebatilan. Rosululloh menanamkan tauhid yang kuat, menghujam ke dalam sanubari, memperkokoh keimanan dan memberikan suri tauladan yang baik, melembutkan sikap. Dari dakwah tersebut ajaran Islam tersebar ke seantero jagad.

Bahkan Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya yang berjudul Api Sejarah yang diterbitkan oleh Salamadani, Cetakan V tahun 2012, halaman 99-103 mengungkapkan bahwa menurut teori Mekah yang dipopulerkan oleh Prof. Dr. Buya Hamka dan teori maritim yang dipopulerkan oleh N.A. Baloch, ajaran Islam masuk ke Indonesia melalui para pedagang dari Arab pada abad 7 Masehi atau 1 Hijriah. Jadi Islam masuk ke Indonesia juga bukan karena politik, bukan karena ekspedisi militer, namun melalui para pedagang dari Arab yang mereka selain berdagang juga berdakwah, menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat, terutama yang tinggal di pesisir.

C. Politik Sebagai Sarana, Bukan Tujuan

Umat Islam tentu harus memiliki kekuasaan dan pengaruh yang memadai agar kepentingan umat Islam dapat dilindungi, namun menjadikan politik sebagai tujuan adalah motivasi yang keliru. Politik adalah salah satu sarana untuk meraih kekuasaan dan pengaruh, merupakan cara yang dapat diupayakan, namun bukan merupakan kewajiban agama yang melekat pada diri setiap muslim (fardhu ‘ain).

Tentu sangat tidak diharapkan jika muballigh lebih tertarik membicarakan masalah politik daripada masalah agama. Tentu sangat disayangkan jika masih ada di antara jamaah yang tata cara sholatnya belum sesuai dengan tuntunan Rosululloh, namun luput dari pengamatan muballigh karena muballigh yang bersangkutan lebih mencurahkan segala perhatiannya pada masalah-masalah politik. 

Tata cara sholat yang benar sesuai tuntunan Rosululloh, membaca Qur’an secara benar, puasa, dan zakat adalah hal-hal mendasar yang seharusnya menjadi perhatian para muballigh. Apa artinya negara Islam dapat didirikan, namun rakyatnya tidak tahu cara sholat yang benar sesuai tuntunan Rosululloh, rakyatnya enggan puasa, enggan berzakat, jauh dari Qur’an dan Sunah. 

Jika harus memilih antara berdakwah atau berpolitik, seharusnya para muballigh lebih mendahulukan dakwah. Hal ini bukan berarti politik tidak penting, namun umat Islam seharusnya lebih dahulu diarahkan untuk mengutamakan pemahaman yang benar atas ajaran Islam. Hal-hal mendasar seperti tata cara ibadah yang sesuai dengan tuntunan Rosululloh haruslah menjadi perhatian utama muballigh daripada menyusun siasat untuk meraih jumlah suara sebanyak-banyaknya pada pemilihan umum. Wallohu a’lam.

Download file pdf Buletin Jum'at Gerbang Muhlisin Edisi 8, 23 Muharrom 1434 H / 07 Desember 2012 http://www.scribd.com/doc/115758323/Buletin-Jum-at-Gerbang-Muhlisin-Edisi-8-23-Muharrom-1434-H-07-Desember-2012



Kamis, 29 November 2012

Buletin Jum'at Gerbang Muhlisin Edisi 7, 16 Muharrom 1434 H / 30 November 2012

Insan Adabi

“Human capital development in Islam is centrally rooted in education, whose purpose is not merely to produce a good citizen, nor a good worker, but a good man.” Terjemahan bebas: “Pengembangan daya-hidup manusia menurut ajaran Islam pada dasarnya bermula dari pendidikan, yang tujuannya bukan hanya menghasilkan abdi negara yang baik, maupun pekerja yang baik, namun manusia yang baik.” [Prof. Dr. Wan Mohd Nor Wan Daud, Dewesternization and Islamization: Their Epistemic Framework and Final Purpose, 2009: 9].

A. Latar Belakang

Kalangan muda Muslim kini terlihat seolah-olah tidak mengetahui model manusia ideal menurut ajaran Islam. Mereka terjebak pada budaya populer yang menjanjikan kemasyuran dan kehidupan bergelimangan harta-benda. 

Banyak kalangan muda Muslim yang terjerat dengan tipu-daya dan hasutan media massa. Mereka mengidolakan figur-figur yang menurut ajaran Islam bukanlah merupakan suri tauladan yang baik. Seorang penyanyi yang merupakan pelaku perzinahan dijadikan idola, kelompok penyanyi perempuan yang gemar mengumbar aurat dijadikan idola, bahkan lelaki yang bertingkah seperti perempuan (waria) pun dijadikan idola.

Dunia yang ditinggali kalangan muda Muslim kini adalah dunia yang tidak akrab dengan ajaran Islam, maka wajar jika kalangan muda Muslim jauh dari nilai-nilai Islami. Mereka haruslah diperkenalkan kembali dengan ajaran-ajaran luhur Islam, salah satunya adalah konsepsi Islam tentang insan adabi.

B. Insan Adabi

Adab merupakan konsep yang penting dalam ajaran Islam tentang pendidikan. Definisi adab adalah pengakuan dan pemahaman akan kenyataan bahwa pengetahuan (‘ilm) dan segala ciptaan berada pada susunan bertingkat dan memiliki kedudukan tertentu, baik dalam kapasitas fisik, intelektual, spiritual, maupun potensinya. Oleh karena itu insan adabi adalah manusia yang menyadari dan melaksanakan tanggungjawabnya sebagai manusia di hadapan Tuhan, tanggungjawabnya pada diri sendiri, dan tanggungjawabnya pada manusia lain secara adil serta terus-menerus berusaha mengembangkan diri menuju pada kesempurnaan adab.

Insan adabi bukan sekedar manusia yang pandai bersopan-santun dan konsep adab tidak sama dengan sopan-santun. Konsep adab lebih luas dan lebih mendalam dari konsep sopan-santun. Jika adab hanya dimaknai sebagai sopan-santun, maka bisa-bisa ada orang yang menyatakan Nabi Ibrohim a.s. sebagai orang yang tidak beradab, karena berani menyatakan kepada ayahnya, “Sesungguhnya aku melihatmu dan kaummu berada dalam kesesatan yang nyata.” (Qur’an Surat Al-An’aam [6]: Ayat 74). Bisa jadi, jika hanya berdasarkan sopan-santun, tindakan mencegah kemunkaran (nahyu ’anil munkar) akan dikatakan sebagai tindakan tidak beradab.

Adab menekankan pengakuan atas struktur realitas. Konsep struktur dalam ajaran Islam sangat penting karena dapat menghindarkan manusia dari kekacauan pengetahuan (confusion of knowledge), keruntuhan adab (loss of adab) dan munculnya pemimpin yang tidak cakap serta jahat (rise of unqualified and false leader). Konsep adab pada dasarnya merumuskan apa yang utama dan apa yang mesti didahulukan. Jadi sama sekali tidak terkait dengan rasisme maupun diskriminasi. Dari aspek pengetahuan, konsep adab menghasilkan pembagian pengetahuan menjadi ilmu fardhu ‘ain dan ilmu fardhu kifayah. Ilmu fardhu ‘ain adalah ilmu yang wajib dikuasai oleh setiap muslim (seperti tata cara ibadah yang benar dan cara membaca Qur’an yang benar), sedangkan ilmu fardhu kifayah adalah ilmu yang harus dipelajari umat muslim ketika yang bersangkutan telah menguasai secara tuntas dan benar ilmu fardhu ‘ain (seperti ilmu ekonomi, kimia, fisika, biologi, metematika, dan ilmu-ilmu praktis lainnya untuk menunjang aktivitas kehidupan). Dari aspek hubungan antar sesama manusia, konsep adab melahirkan semangat kesetaraan yang adil. Dalam Qur’an dinyatakan, “Adil itu lebih dekat kepada taqwa.” (Qur’an Surat Al-Maa’idah [5]: Ayat 8). Berdasarkan konsep adab, pengakuan akan keluhuran manusia tidak hanya dinilai dari kriteria seperti jabatan, kekayaan dan garis keturunan, namun pada seberapa mampu manusia yang bersangkutan dapat menempatkan segala sesuatu sesuai pada tempatnya yang layak (berlaku adil).

C. Pendidikan untuk Membentuk Insan Adabi

Konsep ta’dib jika dipahami secara memadai dan diterapkan secara layak merupakan konsepsi Islam tentang pendidikan yang lebih tepat daripada ta’lim maupun tarbiyah. Konsep ta’dib merangkum struktur konsep dari elemen-elemen pengetahuan (‘ilm), pengarahan (ta’lim) dan pembinaan (tarbiyah). 

Ta’dib secara konseptual memadukan antara pengetahuan yang benar (ilmu) dengan tindakan yang layak (amal) dengan berdasarkan pada struktur realitas menurut ajaran Islam. Pengetahuan manusia akan struktur realitas pada dasarnya bukanlah merupakan pengetahuan yang sama sekali baru, karena Alloh SWT sebelumnya telah mengajarkannya kepada manusia, “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda).” (Qur’an Surat Al-Baqoroh [2]: Ayat 31). Namun karena ketidakperdulian dan arogansi manusia, mereka mengingkari akan ajaran-ajaran Ilahi tersebut sehingga melahirkan kekacauan dalam memahami fenomena dan hakikat kehidupan. Yang benar dianggap salah, yang salah dianggap benar. Yang sepele diutamakan, yang utama disepelakan. 

Strategi Barat untuk mengendalikan dan menguasai umat Islam adalah dengan merusak konsep struktur realitas dalam ajaran Islam. Tanpa adanya struktur, maka Tuhan tidak lagi penting, wahyu tak lagi penting, bahkan agama tak lagi penting karena segala hal dianggap sama, sejajar, tak memiliki keutamaan. Konsep ta’dib yang menekankan pada kesadaran akan adanya struktur realitas jika dipahami secara memadai dan dilaksanakan secara layak mampu menghalau serta memperlemah pengaruh jahat pemikiran dan kebudayaan Barat. Wallohu a’lam.[bm]

[Tulisan ini merupakan ulasan atas makalah Prof. Dr. Wan Mohd Nor Wan Daud yang berjudul Dewesternization and Islamization: Their Epistemic Framework and Final Purpose, yang dipresentasikan pada The International Conference on Islamic University Education in Russia and its Surrounding Areas, Kazan, Tatarstan, Russia 27-30 September 2009]

Download file pdf Buletin Jum'at Gerbang Muhlisin Edisi 7, 16 Muharrom 1434 H / 30 November 2012 http://www.scribd.com/doc/114865613

Tampilan Buletin Jum'at Gerbang Muhlisin Edisi 7, 16 Muharrom 1434 H / 30 November 2012




Kamis, 22 November 2012

Buletin Jum'at Gerbang Muhlisin Edisi 6, 09 Muharrom 1434 H

Ukhuwah Islamiyah

“Dan ingatlah akan nikmat Alloh kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Alloh mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat itu, sebagai orang-orang yang bersaudara” (Q.S. Ali ‘Imron [3]: 103).”

A. Latar Belakang
Mencintai sesama Muslim dan mengikat tali ukhuwah (persaudaraan) merupakan suatu perbuatan yang amat mulia dan sangat penting. Alloh SWT menyatakan persaudaraan sebagai sifat kaum Muslim dalam kehidupan dunia dan akhirat. Persaudaraan yang terjalin antara kaum Muslim merupakan anugerah nikmat yang sangat besar dari Alloh SWT.
Ukhuwah yang terjalin antara sesama Muslim tersebut dibangun di atas asas iman dan aqidah. Ia adalah persaudaraan yang terbina karena Alloh SWT dan merupakan tali iman yang paling kuat. Oleh karenanya ikatan persaudaraan antara sesama Muslim merupakan model persaudaraan yang paling berharga dan hubungan paling mulia yang mungkin terbentuk antara sesama manusia. 

B. Arti Penting Ukhuwah Islamiyah
Persaudaraan antar Muslim lebih unggul dari hubungan persaudaraan dengan saudara kandung sendiri, karena ikatan aqidah lebih kukuh dari ikatan keturunan. Hal ini dapat disimak dari dialog Nabi Nuh AS:
“Ya Robbi, sesungguhnya anakku termasuk dalam keluargaku dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim Yang Seadil-adilnya”. “Wahai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk dalam keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan). Sesungguhnya (perbuatannya) itu adalah perbuatan yang tidak baik. Oleh sebab itu, janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahuinya. Sesungguhnya aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan (tidak mengerti)” (Q.S. Hud [11]: 45-46).

Mengingat urgesi ikatan antar Muslim ini, Alloh SWT mencatat keutamaan dan pahala yang sangat besar bagi para pelakunya. Dalam hadits dinyatakan:
“Orang-orang yang saling mencintai demi keagungan-Ku akan diberikan padanya mimbar dari cahaya yang dicemburui (ghibthah) oleh para Nabi dan syuhada.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad)

“Suatu hari, seseorang melakukan perjalanan untuk mengunjungi saudaranya yang tinggal di suatu kampung. Maka Alloh mengutus seorang malaikat untuk mencegat di suatu tempat di tengah-tengah perjalanannya. Ketika orang tersebut sampai di tempat tersebut, malaikat bertanya: “Hendak kemana engkau ?. Ia menjawab: “aku hendak mengunjungi saudaraku yang ada di kampung ini”. Malaikat kembali bertanya: “Apakah kamu punya kepentingan duniawi yang diharapkan darinya ?”. Ia menjawab: “Tidak, kecuali karena aku mencintainya karena Alloh”. Lantas malaikat tersebut berkata (membuka identitasnya): “Sesungguhnya aku adalah utusan Alloh yang dikirim kepadamu untuk menyampaikan bahwa Alloh telah mencintaimu seperti engkau mencintai saudaramu.” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim).

Alloh SWT menurunkan banyak ayat yang berkaitan dengan tema ukhuwah, di antaranya adalah dua ayat dalam surat al-Hujurot, yaitu:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain, (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olok) lebih baik dari wanita-wanita (yang mengolok-olok). Dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk setelah iman. Dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Hai orang-orang yang beriman jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagaian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain. Sukakah di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ? maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (al-Hujurot [49]: 11-12).

Dengan amaliyah yang nyata dari nilai-nilai keimanan di tengah-tengah kehidupan sosial jama’ah, dengan seluruh pendekatan inilah, secara simultan, Rosululloh SAW mendidik komunitas kecil yang saling terkait dengan tali ukhuwah yang mampu menciptakan keajaiban-keajaiban spektakuler serta membangun konstruksi bangunan yang kokoh dan saling terkait, di mana masing-masing sisi memperkuat sisi yang lain. Seseorang tidak berarti jika hanya seorang diri, namun sangat besar nilainya jika banyak saudara. Permasalahan dapat diatasi, beban dan penderitaan menjadi ringan. 
Setan dapat menyesatkan manusia dengan menanamkan kebencian. Ia terus melakukan propaganda sehingga manusia memilih menyendiri, lemah dan malas. Manusia akan dikuasai nafsu dunia melalui khayalan-khayalan. Hati semakin asing dari saudara dan kawan, asing dari dakwah, serta majelis-mejelis ilmu. Alloh SWT telah bersumpah dalam firman-Nya:
“ Demi masa, sesunguhnya manusia benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh dan saling menasihati dengan kebenaran, dan saling menasihati dengan kesabaran.” (Q.S. al-‘Ashr [103]: 1-3).

Nasihat-menasihati macam apakah yang dapat dilakukan jika seseorang tidak mau bergaul dengan orang lain. Perselisihan kerap terjadi lantaran hilangnya keakraban di antara manusia. Umat yang seharusnya berpadu sebagaimana satu tubuh, kini tercabik-cabik dalam jumlah yang tidak mungkin terhitung lagi, menjalani kehidupan yang membosankan, kering, kasar, tiada ruh dan tiada arti. Kehangatan dan keakraban tidak hilang seketika dari kehidupan manusia, melainkan diawali oleh berbagai sebab. Oleh karena itu kita mesti selalu mawas diri agar terhindar dari bujuk-rayu setan yang dapat mengakibatkan kita menyelekan atau bahkan memutuskan tali persaudaraan antar sesama Muslim. Wallohu a’lam.

Download file pdf Buletin Jum'at Gerbang Muhlisin Edisi 6, 09 Muharrom 1434 H http://www.scribd.com/doc/114124104