Ilmu Fardhu ‘Ain Dan Ilmu Fardhu Kifayah
“Kekacauan
yang mewarnai kurikulum pendidikan modern di kebanyakan negara Muslim sekarang
ini, dalam banyak hal, disebabkan oleh hilangnya visi hierarkis terhadap
pengetahuan seperti yang dijumpai dalam sistem pendidikan Islam tradisional.
Dalam tradisi intelektual Islam, ada suatu hierarki dan kesalinghubungan antar
berbagai disiplin ilmu yang memungkinkan realisasi kesatuan (keesaan) dalam
kemajemukan bukan hanya dalam wilayah iman dan pengalaman keagamaan tetapi juga
dalam dunia pengetahuan.”
(Seyyed Hossein Nasr, Kata Pengantar Buku Hierarki Ilmu Karya Osman Bakar)
A.
Latar Belakang
Westernisasi dalam berbagai aspek kehidupan telah membuat
umat Islam tercerabut dari akar tradisi keislamannya. Peradaban Barat telah
sejak lama dijadikan tolok ukur bahkan dijadikan standar kebenaran yang
berakibat terjadinya kekacauan pengetahuan (confusion of knowledge).
Umat Islam, terutama kalangan mudanya, tidak lagi menganggap
mempelajari dan mengamalkan ilmu-ilmu agama sebagai suatu keutamaan. Hal ini
tentu membuat kita miris karena peradaban Islam yang begitu agung dan
berlangsung selama berabad-abad, lebih lama umurnya dari peradaban Barat,
dibangun melalui khazanah keilmuan Islam, namun umat Islam kini justru tak lagi
berhasrat untuk menggali, mempelajari dan mengamalkan khazanah keilmuan Islam
yang sangat kaya dan cemerlang.
Sebagai upaya untuk mempromosikan kembali khazanah keilmuan
Islam, maka dalam kesempatan ini akan diuraikan secara sederhana tentang konsep
ilmu fardhu ‘ain dan ilmu fardhu kifayah. Dua konsep ini sangat penting karena
merupakan fondasi dari struktur ilmu.
B. Fitrah Manusia
Manusia diciptakan oleh Alloh SWT mempunyai naluri beragama
yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu
tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh
lingkungan. Fitrah yang dibawa manusia sejak dalam kandungan merupakan
perwujudkan komitmen antara manusia sebagai makhluk dan Alloh SWT sebagai
Tuhannya (Qur’an Surat 30, al-Rum: 30). Hal ini menegaskan bahwa bubungan
fitrah dengan agama tidak bertentangan, malah sebaliknya saling melengkapi.
Fitrah keislaman manusia yang sudah terbentuk sejak dalam
kandungan ibunya merupakan suatu
kontrak akidah. Alloh SWT telah mempersaksikan-Nya
sendiri secara langsung dihadapan makhluk-Nya yang direspon secara
positif (Qur’an Surat 7, al-‘Araf: 172). Alloh
SWT menciptakan manusia dan menganugerahkan kehendak bebas yang memampukan
manusia untuk membuat pertimbangan dan memilih mana jalan yang akan ditempuh,
ke jalan yang baik atau ke jalan yang buruk (Qur’an Surat 18, al-Kahfi: 29).
Hal ini mengisyaratkan pentingnya umat Islam untuk memilah-milah mana
pengetahuan yang baik dan mana pengetahuan yang buruk, mana pengetahuan yang penting
dan mana pengetahuan yang sepele agar manusia tidak keliru dalam meniti jalan
kehidupan.
C.
Ilmu Fardhu ‘Ain Dan Ilmu Fardhu Kifayah
Istilah fardhu ‘ain merujuk pada kewajiban agama yang
mengikat setiap Muslim, sedangkan istilah fardhu kifayah merujuk pada hal-hal
yang merupakan perintah ilahi dan bersifat mengikat bagi komunitas Muslim
sebagai suatu kesatuan walaupun tidak mesti mengikat setiap angggota komunitas
atau dengan kata lain kewajiban yang jika sudah dijalankan oleh sejumlah kaum
Muslim, maka kaum Muslim lain yang tidak menjalankan kewajiban tersebut tidak
berdosa.
Terkait dengan ilmu fardhu ‘ain dan ilmu fardhu kifayah,
al-Ghozali mengelompokan ilmu menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu kelompok ilmu religius
dan kelompok ilmu intelektual, berikut ini skemanya:
1.
Ilmu Religius
a.
Ilmu tentang
prinsip-prinsip dasar (al-ushul),
terdiri dari ilmu tentang keesaan Tuhan (‘ilm
al-tauhid), ilmu tentang kenabian, ilmu tentang akhirat (eskatologi), dan
ilmu tentang sumber pengetahuan religious (Qur’an, Sunnah, konsensus ulama atau ijma dan tradisi para Sahabat Nabi SAW).
b.
Ilmu tentang
cabang-cabang (furu’) atau
prinsip-prinsip turunan, terdiri dari ilmu tentang ibadah kepada Alloh SWT,
ilmu tentang kewajiban kepada diri sendiri (ilm’
al-akhlaq) dan ilmu tentang kewajiban kepada masyarakat.
2.
Ilmu Intelektual
a.
Matematika
(aritmetika, geometri, astronomi)
b.
Logika
c.
Fisika atau Ilmu
Alam (kedokteran, meteorologi, mineralogi, kimia)
d.
Ilmu-ilmu tentang
wujud di luar alam inderawi atau metafisika (ontology, esensi, sifat dan
aktivitas ilahi)
Menurut al-Ghozali, semua ilmu religius merupakan ilmu yang
terpuji dan layak untuk dipelajari dan diamalkan, namun tidak semua ilmu
religius tersebut wajib dipelajari dan diamalkan oleh setiap Muslim. Ilmu yang
termasuk ilmu fardhu ‘ain adalah ilmu yang terkait dengan praktik ibadah karena
berhubungan dengan rukun Islam, seperti tata cara sholat yang benar, ilmu
tentang zakat, puasa dan naik haji. Ilmu
yang termasuk fardhu kifayah adalah ilmu tentang tafsir Qur’an, prinsip-prinsip
yurisprudensi dan ilmu-ilmu intelektual (matematika, logika, fisika dan
metafisika).
Al-Ghozali mengingatkan bahwa dalam rangka mempelajari ilmu
fardhu kifayah, seorang muslim harus mengacu pada 3 (tiga) prinsip umum, yaitu pertama, seseorang haruslah mendahulukan
ilmu fardhu ‘ain daripada ilmu fardhu
kifayah. Kedua, seseorang harus
membuat skala prioritas ilmu fardhu kifayah karena ilmu fardhu kifayah
jumlahnya banyak dan memiliki derajat keutamaan yang berbeda-beda. Ketiga, seseorang harus menahan diri
mempelajari ilmu fardhu kifayah jika ilmu tersebut telah dipelajari orang lain
dalam jumlah yang memadai.
Tujuan
utama merumuskan jenjang-jenjang ilmu, memprioritaskan ilmu fardhu ‘ain
daripada ilmu fardhu kifayah adalah agar
umat Islam terjaga keimanannya, tidak meremehkan Qur’an dan Sunnah sebagai
sumber pengetahuan. Pada konteks ke-kini-an, pengelompokan ilmu ke dalam
kelompok ilmu fardhu ‘ain daripada ilmu
fardhu kifayah adalah untuk membentengi kaum Muslim dari bahaya peradaban Barat
yang sekuler, hedonis dan jahil. Wallohu
a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar