Buletin Gerbang Muhlisin Edisi 15, 13 Robiul Awal 1434 H / 25 Januari 2013
Tanya-Jawab Seputar Wudhu Dan Tayammum (Bagian 4)
“Jika kamu taat kepada Allah dan Rosul-Nya, Dia tidak akan mengurangi
sedikitpun pahala amalanmu” (Qur’an Surat Al-Hujuroot [49] Ayat 14).
A. Latar Belakang
Buletin Gerbang Muhlisin edisi kali ini merupakan kelanjutan dari edisi
sebelumnya tentang tanya-jawab seputar wudhu dan tayammum.
B. Tanya-Jawab Seputar Wudhu Dan Tayammum
3. Pertanyaan: “Apakah jika wudhu/tayammum sambil mengobrol, wudhu/tayammum kita tidak sah ?”
Jawaban:
Syarat sahnya wudhu ada 3 (tiga), yaitu:
a) Niat. Dalilnya adalah sabda Rosululloh: “Sesungguhnya amal itu
tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapat apa yang
diniatkannya.” (Hadits shohih diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim).
Tidak pernah disyariatkan melafazhkan (mengucapkan secara lisan) niat
karena tidak ada dalil yang shohih dari Rosululloh yang menganjurkannya.
b) Mengucapkan basmalah. Dalilnya adalah:
1) Hadits dari Nasa’i dengan sanad yang baik: “Wudhu-lah kamu dengan
membaca “Bismillah”. Ibnu Hadjar menyatakan dalam kitab “Takhrij Ahadits
al-Adzkar”, bahwa hadits ini hasan shohih, Imam Nawawi setelah
membawakan hadits dari Anas seluruhnya, menyatakan bahwa hadits ini
sanadnya baik.
2) Hadits dari Abu Hurairah: “Segala perkara
yang berguna, yang tidak di mulai dengan Bismillahirrohmanirrohim itu
tidak sempurna.” (Diriwayatkan oleh Abdul-Kadir Arruhawi).
3)
Hadits dalam shohih Ibnu Majah: “Tidak sah sholat bagi yang tidak
berwudhu (sebelumnya) dan tidak sah wudhu bagi orang yang tidak menyebut
bismilllah (sebelumnya).”
c) Muwalah (berturut-turut), tidak
diselingi pekerjaan yang lain, artinya sebelum satu anggota tubuh yang
terkena wudhu mengering, ia membasuh anggota wudhu yang lainnya dalam
waktu yang wajar (normal). Dalilnya adalah hadits dari Kholid bin
Ma’dan: “Bahwa Nabi pernah melihat seorang laki-laki tengah mengerjakan
sholat, sedang di punggung telapak kakinya ada bagian sebesar uang
dirham yang tidak tersentuh air wudhu, maka Nabi menyuruhnya mengulangi
wudhu dan sholatnya.” (Hadits ini dishohihkan oleh Syaikh al-Albani).
Sedangkan hal-hal yang membatalkan wudhu, yaitu:
a) Apa saja yang keluar dari kemaluan dan dubur, berupa kencing, tinja
atau kentut. Dalilnya Qur’an Surat Al-Maa’idah [5] Ayat 6 dan hadits:
“Alloh tidak akan menerima sholat seorang di antara kamu yang berhadats
sampai ia berwudhu.” (Hadits shohih diriwayatkan oleh Bukhori dan
Muslim). Abu Hurairoh menyatakan bahwa yang dimaksud hadats dalam hadits
tersebut adalah kentut lirih maupun kentut keras.
b) Keluarnya
mani, wadi, dan madzi. Dalilnya adalah pernyataan dari Ibnu Abbas:
“Mani, wadi dan madzi (termasuk hadats). Adapun mani cara bersuci
darinya harus dengan mandi besar. Adapun wadi dan madzi, Nabi bersabda,
‘Cucilah kemaluanmu, lalu berwudhulah seperti wudhu untuk sholat.”
(Sanadnya shohih, diriwayatkan oleh al-Baihaqi).
c) Tidur pulas
sampai tidak tersisa sedikitpun kesadarannya, baik dalam keadaan duduk
yang mantap di atas tanah ataupun tidak. Dalilnya hadits dari Shofwan
bin Assal: “Adalah Rosululloh pernah menyuruh kami, apabila kami
melakukan safar agar tidak melepas khuf kami (selama) tiga hari tiga
malam, kecuali karena janabat akan tetapi (kalau) karena buang air besar
atau kecil ataupun karena tidur (pulas maka cukup berwudhu).” Pada
hadits ini, tidur nyenyak (pulas) disamakan dengan kencing dan buang air
besar (sebagai pembatal wudhu).
d) Hilangnya kesadaran akal
karena mabuk atau sakit. Kacaunya pikiran disebabkan dua hal ini jauh
lebih berat daripada hilangnya kesadaran karena tidur nyenyak.
e) Menyentuh kemaluan tanpa alas, baik dengan syahwat maupun tanpa
syahwat. Dalilnya adalah hadits dari Basroh binti Shofwan: “Barangsiapa
yang menyentuh kemaluannya, hendaklah ia berwudhu.” (Hadits shohih
diriwayatkan oleh Abu Dawud, an-Nasa’i, dan Ibnu Hibban).
f)
Memakan daging unta. Dalilnya adalah hadits dari Jabir bin Samuroh:
“Seseorang bertanya kepada Rosululloh: ‘Apakah aku harus berwudhu karena
memakan daging kambing ?’, Rosululloh menjawab: ‘Jika engkau mau,
silahkan berwudhu dan jika tidak, maka tidak perlu berwudhu’, Ia
bertanya lagi: ‘apakah aku harus berwudhu karena memakan daging unta ?’,
Rosululloh menjawab: ‘Ya, berwudhulah karena memakan daging unta.”
(Hadits shohih diriwayatkan oleh Muslim dan Ibnu Majah).
Terkait dengan pertanyaan sah atau tidakkah wudhu/tayammum yang
dilakukan sambil mengobrol, ada hadits dari Abu Juhaim yang dapat
dijadikan rujukan, yaitu:
“Nabi datang dari arah sumur Jamal
(daerah di dekat kota Madinah), lalu bertemu dengan seorang sahabat,
kemudian mengucapkan salam kepadanya. Namun Nabi belum menjawabnya
sebelum mendekat ke tembok, (setelah menepukan kedua tapak tangannya
pada tembok). Lalu beliau mengusap wajahnya dan kedua tangannya,
kemudian menjawab salamnya.” (Hadits shohih diriwayatkan oleh Bukhori
dan Muslim).
Berdasarkan hadits tersebut, kami menganjurkan
kepada saudara sesama muslim sekalian untuk menjauhi perkataan yang
sia-sia ketika berwudhu/tayammum. Masih banyak waktu untuk mengobrol,
kita masih dapat mengobrol setelah menunaikan sholat. Wallohu a’lam.
Sumber:
Badawi Al-Khalafi, Abdul Azhim. 2008. Al-Wajiz, Pustaka as-Sunnah, Jakarta, Halaman 83-101
Sayyid Salim, Abu Malik Kamal. 2009. Shahih Fiqih Sunah Jilid 1, Pustaka at-Tazkia, Jakarta, Halaman 140-184
Download file pdf Buletin Gerbang Muhlisin Edisi 15, 13 Robiul Awal 1434 H / 25 Januari 2013 http://www.scribd.com/doc/122169826/Buletin-Gerbang-Muhlisin-Edisi-15-13-Robiul-Awal-1434-H-25-Januari-2013
Tampilan Buletin Gerbang Muhlisin Edisi 15, 13 Robiul Awal 1434 H / 25 Januari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar